Hantu yang Paling Menakutkan Bagi Seorang Istri
Bagi masyarakat Barat terkenal
sebutan monster yaitu sejenis makhluk berukuran raksasa yang bisa melumatkan
apa saja yang dia musuhi. Semua orang merasa takut. Di masyarakt kita ada
sejenis makhluk yang ditakuti karena wujudnya yang sangat menyeramkan, kalau
dia kebetulan menampakkan dirinya di depan kita. Bagi kaum ibu yang berstatus
sebagai istri, hantu itu diberi nama yang seram dan angker, sehingga semua
istri ingin menjauhinya. Hantu itu bernama polygami.
Kata poligami berasal dari dua kata yaitu poly artinya banyak, gami
artinya pasangan. Lawan katanya adalah monogami
yang artinya satu pasangan. Jadi poligami
artinya pasangan yang banyak dalam arti lebih dari satu pasang. Yang disebut satu
pasang itu adalah satu laki-laki dan satu wanita. Tidak disebut satu pasang
kalau satu laki-laki dengan satu laki-laki lagi, atau satu wanita dengan satu
wanita lagi. Istilah poligami yang lazim dipergunakan di masyarakat kita, sebenarnya
kurang spesifik, karena poligami itu ada dua macam yaitu poligini dan pliandri. Poligini
adalah satu suami dengan dua istri atau lebih sedangkan poliandiri adalah satu istri dengan dua suami atau lebih. Poligini
inilah yang lazim di masyarakat kita yaitu seorang suami beristrikan lebih dari
satu.
Undang-undang nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan mendefinisikan “perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Undang-undang
ini jelas menganut asas mongami.
Pada prinsipnya, agama Islam
menganut asas monogami, namun Islam membolehkan poligini – sorang suami
beristri lebih dari satu – dalam keadaan yang sangat emergency. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 3:
surah / surat : An-Nisaa Ayat : 3
3. Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265],
maka (kawinilah) seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. [266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. [266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
Islam juga membatasi, tidak boleh dua orang wanita kakak beradik dimadu oleh seorang
suami, atau seorang wanita dimadu bersama ibunya. Itu serakah namanya.
Poligami ala suku Tibet
Dalam masyarakat
Tibet terdapat poligami dalam bentuk poliandiri di mana seorang istri memiliki dua orang suami atau lebih. Biasanya
si suami itu kakak beradik. Sang kakak yang paling tua memiliki hak-hak yang lebih
dari adik-adiknya. Kalau kakak-kakak yang tua pergi mencari nafkah ke luar daerah,
maka si adik diperbolehkan tidur dengan
istri bersamanya. Kalau semua suami sedang ada di rumah, dan salah seorang ingin menggauli istrinya,
maka dia menanggalkan sandalnya dan disimpan di depan pintu kamar, maksudnya “awas yang lain jangan mengganggu”. Hubungan pun berjalan lancar-lancar saja.
Tidak ada istilah intip mengintip walaupun para suami yang lain tidur di kamar
sebelah.
Pada sebuah
rumah tangga di zaman modern ini, poligami baik
poligini maupun poliandri bisa berlangsung secara tidak resmi. Banyak
suami yang memiliki serba istri artinya istrinya tersebar di mana-mana, dan
istri yang serba suami yaitu memiliki suami di mana-mana dan berganti-ganti
setiap waktu. Dalam rumah tangga yang demikian akan tumbuh subur kemunafikan,
kebohongan, kepura-puraan yang berujung kepada ketidakharmonisan. Maka agar
tidak terjerumus kepada kondisi yang demikian, Islam meberikan aturan yang
sesuai dengan fitrah manusia dalam syaraat-syarat yang ditentukan oleh Allah
yang pasti Maha Mengetahui kepada sifat-sifat dan watak manusia.
1 comment:
judul jeung eusina beda
Post a Comment