Mulai 1 Juli 2011 saya mendapat anugerah dari Allah SWT untuk memasuki usia 60 tahun dan sesuai peraturan perundang-undangan, bagi seorang pegawai negeri sipil dalam jabatan fungsional, harus meemasuki masa pensiun pada usia itu. Dalam masa kerja 33 tahun menjadi guru berstatus pegawai negeri sipil, tentu setiap orang memiliki pengalaman-pengalaman yang manis semanis madu, atau punpengalaman yang pahit sepahit empedu. Memang benar semua itu telah saya rasakan. Mulai dari pendapatan gaji bulanan dalam golongan II/a sebesar Rp 16.180,- tahun 1978, yang dapat dibandingkan pada saat itu harga cengkeh Rp 75.000, per kg. Harga cicilan sepeda motor Honda Rp 18.000 per bulan selama lima tahun, tentu setelah masuk uang muka terlebih dahulu. Berangkat ke tempat tugas lebih sering berjalan kaki selama 25 atau 30 menit untuk berolah raga, allih-alih menghemat ongkos atau terkadang memang sama sekali tidak ada buat biaya transportasi.
Sepahit apa pun pengalaman yang dirasakan, pekerjaan sebagai guru itu tetap saya jalani, dan akhirnya sampai juga ke titik darah yang terakhir, memasuki pensiun. Dahulu tidak terbayangkan, bagaimana saya harus memiliki rumah tempat tinggal sekeluarga. Namun rezeki Allah berada di luar perhitngan manusia, ternyata jauh sebelum pensiun pun saya sudah memiliki rumah pribadi walau pun tidak seindah istana, tapi itulah "rumahku istanaku".
Dalam perjalanan kehidupan berkeluarga, saya dikaruniai empat orang putera, yang tiga orang sudah lulus sarjana dan satu orang lagi maish duduk di bangku kelas XII SMA. Semua biaya pendidikan anak-anak hanya diperoleh dari pendapatan sebagai guru, karena saya tidak bisa mencari usaha sampingan..
Pada p[enghujung usia ini, saya hanya berharap kepada Allah agar tetap istikomah dalam keimanan dan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya melalui amal shalih yang diridoi-Nya.
Sepahit apa pun pengalaman yang dirasakan, pekerjaan sebagai guru itu tetap saya jalani, dan akhirnya sampai juga ke titik darah yang terakhir, memasuki pensiun. Dahulu tidak terbayangkan, bagaimana saya harus memiliki rumah tempat tinggal sekeluarga. Namun rezeki Allah berada di luar perhitngan manusia, ternyata jauh sebelum pensiun pun saya sudah memiliki rumah pribadi walau pun tidak seindah istana, tapi itulah "rumahku istanaku".
Dalam perjalanan kehidupan berkeluarga, saya dikaruniai empat orang putera, yang tiga orang sudah lulus sarjana dan satu orang lagi maish duduk di bangku kelas XII SMA. Semua biaya pendidikan anak-anak hanya diperoleh dari pendapatan sebagai guru, karena saya tidak bisa mencari usaha sampingan..
Pada p[enghujung usia ini, saya hanya berharap kepada Allah agar tetap istikomah dalam keimanan dan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya melalui amal shalih yang diridoi-Nya.
No comments:
Post a Comment