Friday, December 16, 2011

PIKIR, DZIKIR, DAN SYUKUR


DZIKIR, PIKIR, DAN SYUKUR
SEBAGAI SARANA MEMPERTEGUH IMAN

MUKADDIMAH

M
anusia adalah makhluk Allah yang dikaruniai akal sebagai perangkat yang sangat penting dalam rangka pemanfaatan alam. Sebagai makhluk pemilik akal, manusia dalam Al Qur’an disebut  dengan sebutan “ulil albab” yang artinya pemilik akal, pemilik pikiran, pemilik  pengertian, atau pemilik  kebijaksanaan.

            Dalam surat Ali Imran ayat 190 dan 191 Allah berfirman:

إِنَّ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّہَارِ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ (١٩٠) 
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَڪَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلاً۬ سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ (١٩١)
            Artinya:
  Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi(seraya berkata), “Ya Allah kami, tidaklah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia,Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka”.

Ciri-ciri orang  yang berakal, atau yang disebut oleh Allah dengan “ulil albab” yaitu :
1. Selalu dzikir (ingat) kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi.
2. Selalu memikirkan tentang penciptaan makhluk yang ada di langit dan di bumi.
3. Selalu bersyukur sebagai manipestasi dari kesadaran atas keagungan Maha Pencipta.

A. DZIKIR

Menurut bahasa, dzikir artinya ingat. Dalam hal ini ingat kepada Allah SWT. Dalam bentuk lisan, dzikir adalah mengucapkan “Laa Ilaaha illAllah” (Tidak ada
tuhan selain Allah). Namun pernyataan lisan saja tidak ada artinya kalau tidak diikuti dengan amal perbuatan yang sesuai dengan makna pernyataan yang diucapkan.

       Dalam pengertian yang seluas-luasnya, dzikir adalah memperhatikan kejadian alam sehingga akhirnya menyadari bahwa seluruh makhluk itu diciptakan oleh Al Kholik untuk dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka pengabdian kepada-Nya.

Dzikir itu laksana tali yang menghubungkan antara diri kita dengan Al Kholik. Jika tali itu terputus maka hidup ini akan kehilangan kendali bagaikan layang-layang putus tali yang hanya bergerak mengikuti arah angin.

       Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 152:
           þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
                                           Artinya:
       Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.

       Dalam sebuah hadis Qudsi Rosulullah bersabda
قال الله تبارك وتعالی وإذا تقرب مني شبرا تقربت ذراعا       
       Artinya:
       Telah berfirman Allah Yang Maha Suci dan Maha Luhur, “Apabila ia mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku-pun mendekat kepadanya sehasta”. (Hadis Riwayat Bukhori dan Muslim)

       Allah itu Maha Mulia, maka alangkah terhormatnya orang yang selalu diingat oleh Allah Yang Maha Mulia. Diingat oleh Allah itu artinya senantiasa mendapatkan rahmat-Nya tanpa terputus.
  
 Dzikir atau ingat kepada Allah itu merupakan urusan hati yang indikatornya bisa terlihat dari amal perbuatan yang ditampakkannya.

       Allah berfirman dalam surat Al A’rof ayat 205:
ä.øŒ$#ur š­/§ Îû šÅ¡øÿtR %YæŽ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrߊur ̍ôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ  

       Artinya:
       Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang lalai.

B. P I K I R

       Manusia berpikir dengan menggunakan potensi akal sehat yang dimilikinya.
Produk berpikir adalah berupa ilmu pengetahuan, dan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya manusia akan ma’rifat kepada Allah, jika dikehendaki-Nya.
      
       Itulah sebabnya banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menganjurkan kepada manusia agar berpikir dengan akalnya. Allah sangat menghargai kepada orang-orang yang mau berpikir.
 Rosulullah s.a.w. bersabda:
تفکرا ساعة خير من عباد ة سنة ( رواه إبن حبان )                               
       Artinya:
                               Berpikir sesaat itu lebi baik daripada beribadah setahun (Riwayat Ibnu Hibban).
       Allah berfirman dalam surat Al Mujadalah (58) ayat 11:
( Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4
Artinya:

       Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berlimu pengetahuan dengan beberapa derajat.

       Yang menjadi obyek berpikir adalah makhluk ciptaan Allah karena akal manusia
tidak  mungkin memikirkan dzat Allah sebab Ia berada di luar jangkauan akal  serta tidak mungkin bisa dianalisis secara empiri oleh pemikiran manusia.

       Rosulullah bersabda:
  تفكروا في خلق الله ولا تفكروا فى الله  ( رواه البيهقی )
       Artinya:
       Berpikirlah kamu tentang makhluk ciptaan Allah dan janganlah kamu berpikir tentang dzat Allah. (Riwayat Abu Na’im dan Baihaki).

       Tanda-tanda kebesaran Allah bisa terlihat pada alam semesta dan pada diri kita

 Firman Allah dalam suarat Fusshilat (41) ayat 53:

óOÎgƒÎŽã\y $uZÏF»tƒ#uä Îû É-$sùFy$# þÎûur öNÍkŦàÿRr& 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ öNßgs9 çm¯Rr& ,ptø:$# 3 öNs9urr& É#õ3tƒ y7În/tÎ/ ¼çm¯Rr& 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky­ ÇÎÌÈ  

       Artinya:
       Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu benar.

       Allah menganjurkan agar manusia mulai berpikir dari obyek yang paling dekat yaitu dirinya sendiri kemudian benda-benda yang ada di sekitarnya akhirnya sampai kepada pemikiran yang menyeluruh terhadap seluruh alam semesta.


C. SYUKUR

       Berpikir merupakan  proses perenungan terhadap ciptaan Allah, sedangkan bersyukur   adalah memanfaatkan    segala ciptaan Allah itu sesuai  dengan
kehendak Pencipta-Nya. Semua karunia Allah itu perlu diolah dengan akal manusia agar kenikmatannya bisa bertambah.
     
 Dalam kaitan itulah Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7 :
ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ  

Artinya:
       Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu dan jika kamu ,mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.(Surat 14:7).

       Ayat-ayat mengenai syukur dalam Al Qur’an bisa ditemukan lebih dari 60 ayat di antaranya An Nisa (4): 147; Luqman (31): 12; An Nahl (16): 114 dan sebagainya.

       Seseorang belum disebut bersyukur kepada Allah, kalau kenikmatan yang diperolehnya itu belum dimanfaatkan untuk sesuatu yang diridoi Allah. Jadi apabila nikmat yang diberikan Allah itu digunakan untuk sesuatu tindakan yang dibenci oleh Allah atau dengan kata lain untuk maksiat kepada-Nya,maka orang demikian berarti mengingkari kenikmatan itu sendiri yang dalam terminologi Islam disebut dengan kufur nikmat.

       Kalau kenikmatan itu berupa harta kekayaan maka hartanya akan dibelanjakan di jalan Allah. Kalau kenikmatan itu berupa ilmu maka ilmunya akan diamalkan untuk kemaslahatan dirinya dan manusia di sekitarnya. Dan kalau kenikmatan itu berupa pangkat dan kedudukan, maka kedudukan itu akan dimanfaatkan sebagai medan beramal salih dalam rangka pengabdian kepada Allah.

       Sungguh banyak karunia Allah yang telah diberikan kepada kita. Dan sungguh banyak pula nikmat Allah yang belum tersyukuri.

Firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 34:
4 bÎ)ur (#rãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3 ž  

       Artinya:
       Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu untuk
menghitungnya. (Surat Ibrahum ayat 34).

       Dalam surat Luqman ayat 27 Allah berfirman:
öqs9ur $yJ¯Rr& Îû ÇÚöF{$# `ÏB >otyfx© ÒO»n=ø%r& ãóst7ø9$#ur ¼çnßJtƒ .`ÏB ¾ÍnÏ÷èt/ èpyèö7y 9çtø2r& $¨B ôNyÏÿtR àM»yJÎ=x. «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÌtã ÒOŠÅ3ym ÇËÐÈ  

       Artinya:
       Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi dijadikan pena dan lautan dijadikan tinta dan setelah kering kemudian ditambahkan lagi tujuh lautan, niscaya tidak akan cukup untuk menuliskan karunia Allah. (Luqman ayat 31)

KHATIMAH

       Dzikir, pikir, dan syukur merupakan trilogi yang saling berkait erat dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. Orang yang berdzikir pasti akan berpikir dan bersyukur. Sebaliknya pula orang yang tidak pernah berdzikir – tidak pernah ingat kepada Allah – tidak mungkin mau berpikir tentang kebesaran Allah dan tidak pula akan bersyukur atas segala karunia-Nya.

       Orang yang selalu ingat kepada Allah, pasti akan senantiasa menjaga segala perbuatannya dari tindakan-tindakan yang tidak diridoi-Nya. Dia akan memanfaatkan seluruh potensi dirinya, baik raga maupun jiwanya, untuk melasanakan ketaatan kepada Allah. Di kala ia mendapat kenikmatan, ia akan bersyukur dan di kala mendapat musibah ia akan bersabar.

       Bagaimana agar kita bisa mensyukuri nikmat Allah yang ada pada diri kita? Kita akan dapat mensyukuri nikmat, kalau nikmat yang kita miliki itu kita perbandingkan dengan nikmat yang lebih rendah yang ada pada orang lain.  Misalnya, kesehatan yang kita miliki, baru bisa kita sadar bahwa itu merupakan nikmat yang harus disyukuri, kalau kita perbandingkan dengan perasaan orang yang terganggu kesehatannya. Orang yang sakit matanya sebelah, masih akan bersyukur kalau ia perbandingkan dengan orang yang sakit kedua belah matanya.

Apabila karunia Allah yang ada pada kita diperbandingkan dengan karunia yang diberikan Allah kepada orang lain yang secara kuantitas dan kualitas lebih tinggi, maka kita akan merasakan bahwa karunia Allah pada diri kita selalu terasa sedikit jumlahnya. Hal inilah yang membuat kita lupa mensyukuri nikmat yang telah ada.

            Dalam hubungan itulah Rosulullah telah berpesan:
انظر إلى من هو اسفل منکم ولا تنظر إلی من هو فوقکم فهو ٱجدر ٱن لاتزدروا نعمة الله عليکم )رواه البخاري ومسلم )
           
Artinya:
 Pandanglah kepada orang yang lebih rendah daripada kamu, dan janganlah selalu memandang kepada orang yang di atas kamu, agar kamu tidak memandang kecil terhadap nikmat Allah atasmu. (Riwayat Bukhori dan Muslim).

       Dalam hal anugerah Allah yang diberikan kepada kita, hendaknya tidak kita perbandingkan dengan anugerah Allah yang ada pada orang lain yang mungkin lebih besar dan lebih banyak jumlahnya. Karena kalau anugerah Allah itu kita bandingkan dengan yang ada pada orang lain yang lebih besar, maka kita merasa belum mendapatkan apa-apa. Kita akan selalu merasa kekurangan, sehingga kita lupa mensykuri anugerah yang sudah ada pada diri kita. Demikian pula seandainya kita melakukan sesuatu kesalahan, janganlah diperbandingkan dengan kesalahan orang lain yang lebih besar, tapi bandingkanlah dengan kesalahan orang yang lebih kecil. Kalau kesalahan itu kita perbandingkan dengan yang lebih besar, maka kita merasa seolah-olah kesalahan kita itu tidak berarti apa-apa, sehingga kita tidak memiliki niat untuk memperbaiki diri .

                                    Mudah-mudahan Allah menggabungkan kita dengan orang-orang yang senantiasa mesyukuri nikmat-Nya.

اللهم ٱعني على ذكرك وشكرك وحسن عباد تك ٠
ربي اوزعني ٱن ٱشكر نعمتك التي ٱنعمت علي وعلى والدي وٱن ٱعمل صالحا ترضاه وٱدخلني برحمتك في عبادك الصالحين ٠
ٱمين يامجيب السائلين  يا غفور الرحيم ٭
   




No comments: