Wednesday, February 20, 2013

SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber hukum sekaligus sebagai sumber nilai dalam Islam yang harus dijadikanlandasan dalam mengambil berbagai keputusan, terlukis dalam kisah berikut ini.
Tatkala Rosulullah s.a.w. mengurus Mu'adz bi Jabal untuk menjadi seorang gubernur di Yaman, maka untuk emnguji kompetensi sang calon gubernurnya, Rosul memberikanpertanyaan kepada Mu'dz, "Dengan pedoman apa, engkau memutuskan suatu perkara?"
Jawab Mu'adz, "Dengan Kitabullah
Tanya Rosul, "Kalau tidak engkau temukan dalam Kitabullah (Al Qur'an)"
Jawab Mu'adz, Dengan Sunnah Rosulullah,"
Tanya Rosu, "Kalau dalam Sunah juga tidak engkau temukan."
Jawab Mu'adz, "Saya berijtihad dengan pikiran saya."
"Mahasuci Allah yang telah memberikan bimbingan kepada utusan Rosul-Nya, dengan satu sikap yang disetujui Rosul-Nya," sabda Rosulullah (Hadits Riwayat Abu Dawud dan Turmudzi).

Dari kejadian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sumber nilai dan sumber hukum dalam Islam adalah:
1) Kitabullah yaitu Al Qur'an
2) Sunnah Rosulullah atau hadits
3) Ijtihad yaitu berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk menetapkan suatu keputusan yang tidak tercantum secara jelas dalam Al Qur'an atau pun Haditss.
 Urutan ini menunjukkan kepada tingkatan yang tidak boleh ditukar-tukar. Misalnya kalau hasil ijtihad seorang ulama itu ternyata bertentngan dengan hadis yang sohih maka hadis sohih itu yang diambil. Kalau sebuah hadis bertentagan dengan ayat Al Qur'an maka ayat Al Qur'an yang harus diambil

Kita bisa membadingkan dengan tata hukum di negeri kita. Kalau sebuah keputusan presiden bertebtabgab dengan undang-undang, maka keputusan presiden kita tinggalkan dan kita ambil undang-undang. Kalau undang-undang bertentangan dengan konstitusi, maka konstitusi yang kita pegang. Jika konstitusi bertentangan dengan Pancasila maka konnsstitusi kita tinggalkan dan Pancasila kita ambil. Kira-kira begitulah.
Wallahu a'lam.

ISLAM ANTI KEKERASAN

Islam sebagaimana agama lainnya adalah anti kekerasan. Sebuah stigma yang diberikan seperti Islam galak, Islam garis keras dan lain-lain, seharusnya  konotasinya bukan kepada Islamnya melainkan kepada penganutnya. Bukan hanya penganut Islam yang bisa berlaku keras. Kita melihat pula kekerasan pada penganut agama lain. Lihat di Rohingya, di Bosnia,  malah ummat Islam menjadi korban kekerasan.

Al Qur'an sudah memberikan pernyataan yang jelas, "Tidak ada paksaan dalam agama." (Al Baqoroh 256).
Manusia tida perlu dipaksa-paksa untuk menjadi seorang muslim, sebab mau kafir atau mau muslim, Alah tidak akan rugi. Alah akan tetap menjadi Tuhan sememsta alam (Robbul 'aalamiin)

Firman Allah:

walaw syaa-a rabbuka laaamana man fii al-ardhi kulluhum jamii'an afa-anta tukrihu alnnaasa hattaa yakuunuu mu/miniin
99. Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?
 Kalau pun orang Islam mau mengajak orang lain untuk menjadi seorang muslim, ALlah sudah memberikan pedoman yang jelas, dalam surat An Nahl ayat 125:

ud'u ilaa sabiili rabbika bialhikmati waalmaw'izhati alhasanati wajaadilhum biallatii hiya ahsanu inna rabbaka huwa a'lamu biman dhalla 'an sabiilihi wahuwa a'lamu bialmuhtadiina 
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

[845] Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Manusia yang dida'wahi itu disentuh hatinya, bukan disentuh fisiknya, sebab hati nurani manusia itu akan senantiassa tertarik kepada kebaikan, kepada hal-hal yang ma'ruf. Tunjukkan dan buktikan bahwa Islam itu adalah suatu kebaikan.

Kekerasan itu terjadi bukan karena ajaran agamanya yang melegalkan kekerasan, melainkan manusia penganutnya yang bertidandak keras manakala kepentingan-kepentingannya terganggu oleh pihak lain. Kepentinganitu bisa berupa kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan lain sebagainya. Siapa pun, penganut agama apa pun, kalau hal itu terusik, maka dia akan berontak membela hak dan keyakinannya.

Wallau a'lam
 



Monday, February 18, 2013

HATI ITU BAGAIKAN CERMIN

Imam Algozali mengumpamakan hati itu bagaikan cermin.
 Kalau cermin bersih dan bening maka akan mudah menerima cahaya dan memantulkannya kembali ke sekitarnya. Tapi kalau ia kotor maka akan gelap dan tidak bisa menerima cahaya dari luar. Kira-kira demikian pula hati kita. Di kala hati kita bersih, kita akan  mudah menerima hidayah dan nasihat yang akan membawa kepada keselamatan  dan ketenangan baatin. Sebaliknya kalau hati kita kotor maka kita akan sulit menerima segala bentuk kebenaran. Karena itu Allah berfirman dalam surat As Syams:


[91:9] sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,

[91:10] dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Yang membuat jiwa kita kotor adalah penyakit hati seperti iri, dengki, hasud, rakus, takabur, dan sebagainya. 
 Rosulullah s.a.w bersabda, "Jauhilah olehmu sifat dengki, karena kedengkian itu bisa melumatkan kebaikan sebagaimana api melumatkan kayu bakar".
Segala penyakit hati itu bisa sirna dengan senantiasa "dzikrullah" yakni  mengingat SWT. Dzikrullah dalam arti sempit adalah mengucapkan LAA ILAAHA ILALLAH sedangkan dzikir dalam arti yang luas adalah senantiasa menjaga diri dari segala perbuatan makshiat karena meyakini bahwa segala amal perbuatan itu selalu diawasi oleh Allah SWT.

Firman ALlah dalam  Surat Ar Ro'du ayat 28:


alladziina aamanuu watathma-innu quluubuhum bidzikri allaahi alaa bidzikri allaahi tathma-innu alquluubu 
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.










Sikap selalu mengingat Allah berarti akan senantiasa menjaga diri dari segala dosa dankemaksiyatan. Itulah sebabnya hati akan menjadi tentram. Lain halnya dengan orang yang berbuat dosa dan kemaksiyatan, maka hatinya tidak akan berada dalam ketenangan. Selalu merasa dikejar-kejar oleh dosanya sendiri.

baarokallaahu lii walakum




Wednesday, February 13, 2013

NABI ISA A.S MENURUT AL QUR'AN

AL Qur'an memberikan koreksi atas kekeliruan pandangan kaum Yahudi dan Nasrani terhadap Isa a.s. Kaum Yahudi tidak mengagumi atas kelahiran Isa a.s.bahkan menuduh bahwa Isa adalah anak Maaryam hasil dari perzinaan.  Lain halnya dengan kaum Nasrani yang yang sangat mengagungkan Isa sehngga dianggap sebagai Kristus, anak Allah yang diturunkan ke dunia sebagai juru selamat.
Kelahiran Isa a.s tanpa ayah, menurut AL Qur,an merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah. Tidak ada perkara mustahil menurut ALlah. Sebagaimana Nabi Adam yang diciptakan Allah tanpa ayah dan tanpa ibu. Dengan demikianl Al Qur'an tidak merendahkan Isa sebagai anak haram sebagaimana anggapan kaum Yahudi  dan tidak pula menjunjungnya menjadi Kristus. 

Islam menempatkan Isa a.s sebagai Rosul dan Nabi yang diutus oleh Allah sebagaimana dikatkakan dalam AL Qur'an Surat Maryam ayat 30:


[19:30] Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,

Sunday, February 10, 2013

HARGA SEBUAH DEMOKRASI



                    


                         DEMOKRASI DAN PEMBIASAN

                                 IDEALISME RAKYAT

            

Demokrasi secara  etimologis berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat dan cratos  artinya kekuasaan. Jadi demokrasi  merupakan sistem pemerintahan negara yang meletakkan kedaulatannya di tangan rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau pun melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles di Athena sekitar abad ke 5 SM, sebagai suatu bentuk pemerintahan yang menetapkan  bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Dalam pemahaman yang lebih populer dikenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

PENYAKIT KITA DAN OBAT PENYEMBUHNYA

Yang saya maksud dengan penyakit kita pada judul itu adalah penyakit kita selaku orang Islam. Kita sedang mengidap suatu penyakit yaitu penyakit perpecahan. Umat Islam tidak lagi menjadi saatu umat yang utuh teguh seperti masa Rosulullah. Kita senang bercerai berai sehingga hilang semua kekuatan kita. Kita tidak lagi ditakuti oleh musuh-mush kita bahkan menjadi sebuah permainan musuh kita. Bagaikan macan yang dimainkan oleh pawangnya.

Penyakit kita yang demikian ini sudah disinyalir oleh Rosulullah tatkala beliau masih hidup di tengah-tengah ummatnya. Sabda beliau:


“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”. 
(HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu)


Perpecahan kita terjadi karena kita sudah jauh meninggalkan keteladanan Rosulullah, tidak terasa kita menjauhi sunah beliau sejengkal demi sejengkal akhirnya semakin jauh. Apa-apa yang sudah sempurna dalam sunah beliau tapi kita masih ingin menambah-nambahnya lagi karena merasa ingin lebih sempurna lagi. Lalu kita kerjakan apa yang tidak pernah dikerjakan oleh beliau dan kita lakukan apa-apa yang tidak pernah disuruh dan tidak dianjurkannya. Akhirnya timbullah ishraf  atau sikap berlebihan dalam ibadah yang seolah-olah kita beranggapan bahwa apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rosulullah itu masih kurang sempurna. Akibatnya setiap orang berbuat menurut persepsinya masing-masing sehingga tatkala ditunjukkan perbuatan yang sesuai dengan sunnah Rosulullah, dianggaplah bahwa hal itu sebagai sesuatu yang baru.